KERAJAAN MEDANG

kerajaan medang
kerajaan medang


Berdasarkan sejarahnya penduduk kerajaan ini sangat bergantung pada pertanian (agraris), terutama pertanian padi, dan dikemudian juga diuntungkan oleh perdagangan maritim. Menurut sumber-sumber asing dan temuan arkeologis, kerajaan ini tampaknya berpenduduk cukup baik dan cukup makmur. Kerajaan mengembangkan masyarakat yang kompleks, memiliki budaya yang berkembang dengan baik, dan mencapai tingkat kemajuan teknologi dan peradaban yang halus.
Pada periode antara akhir abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9, terlihat mekarnya seni dan arsitektur Jawa klasik tercermin dalam pertumbuhan pesat pembangunan candi, yang menghiasi lanskap kerajaan di Mataram. Candi yang terkenal dibangun pada era kerajaan Medang adalah Kalasan, Sewu, Borobudur dan Prambanan. Kerajaan Medang dikenal sebagai negeri pembangun candi.
Kemudian wangsa yang memerintah Kerajaan Medang terbagi menjadi dua kubu yang diidentifikasi sebagai Syailendra pemuja Syiwa dan Syailendra penganut Buddha Mahayana. Indikasi perang saudara terjadi, hasilnya adalah wangsa Syailendra dibagi menjadi dua kerajaan yang kuat, wangsa Syailendra (pemuja Syiwa) berkuasa di Jawa dipimpin oleh Rakai Pikatan dan wangsa Syailendra (penganut Buddha) berkuasa di Sumatera dipimpin oleh Balaputradewa.
Perselisahan di antara mereka berakhir sampai 938 Saka, atau sekitar 1016 ketika wangsa Syailendra yang berbasis di Sumatera menghasut Haji Wurawari, seorang vasal kerajaan Medang, dari Lwaram dengan mendapat dukungan kuat Sriwijaya untuk memberontak kepada kekuasaan Dharmawangsa Teguh, dan menyerbu ibu kota Wwatan di Jawa Timur. Serangan tersebut dilancarkan secara mendadak dan tak terduga. Akibatnya, kerajaan luluh lantak dan tak menyisakan apapun kecuali sedikit saja yang selamat.
Seorang bangsawan Jawa-Bali keturunan wangsa Isyana yang bertahan, merebut kembali Jawa Timur, dan selanjutnya pada tahun 1019 mendirikan Kerajaan Kahuripan, sebagai kelanjutan Medang yaitu Airlangga, putra Udayana raja kedelapan dari Kerajaan Bedahulu di Bali. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri dari Raja Medang, Makutawangsawardhana. Peristiwa tersebut disebutkan dalam prasasti Pucangan yang dikeluarkan oleh Airlangga pada 1041, dikemudian kerajaan Airlangga tersebut terbagi lagi menjadi dua Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala.
LihatTutupKomentar