Bangsa Akkadia (+2330-2215 SM)

Bangsa Akkadia


Bangsa ini bukan termasuk rumpun bangsa Sumeria, juga tidak ada informasi yang pasti tentang asal usulnya. Namun, yang pasti bangsa ini merupakan anggota rumpun bangsa Semit dan memakai bahasa sendiri, yaitu bahasa Semit atau bahasa Akkadia (baca Historia). Adapun bangsa Sumeria sendiri menggunakan bahasa dengan tulisan kuneiform.

Konon, awalnya bangsa ini merupakan bangsa nomad di padang pasir di bagian utara Mesopotamia, kemudian menetap di selatan Sumeria yang sudah mapan dan membangun kerajaannya sendiri. Penduduk Negara-kota Akkadia ini hidup berdampingan dengan negara-negara kota Sumeria di sekitarnya yang sudah lebih dahulu mendiami kawasan Mesopotamia selatan. Tampak bahwa meski berbeda suku dan bahasa, bangsa Sumeria sangat toleran dengan menerima kehadiran suku bangsa yang berbeda dengan mereka.

Raja Sargon Agung-"Sargon" berasal dari kata bahasa Akkadia sarru-ken yang berarti 'raja yang benar' berhasil menaklukkan Sumeria, saat itu dipimpin oleh Raja Lugal-Zage Si dari Uruk, pada sekitar tahun 2200 SM. Besar kemungkinan pada masa-masa sebelumnya, Akkadia termasuk bagian dari wilayah kekuasaan Sumeria. Sekitar kurun waktu yang sama, berkembang negara-kota atau Kerajaan Asyur dari suku bangsa Semit di utara Mesopotamia.

Raja Sargon Agung


Raja Sargon dari Akkadia memperluas wilayah kekuasaan melampaui Mesopotamia selatan, termasuk menguasai Kerajaan Asyur di wilayah utara Mesopotamia. Ia melanjutkan pembangunan di Sumeria secara lebih besar dan lebih kuat lagi, menancapkan pengaruhnya di wilayah-wilayah di luar Mesopotamia. Dalam rangka memantapkan kekuasaan di semua wilayah kekuasaannya, Sargon mengangkat orang-orang terdekatnya di Akkadia untuk menduduki berbagai posisi penting di berbagai kota yang didudukinya. Dalam bidang budaya, Sumeria dan Akkadia berakulturasi sehingga era kepemimpinan ini sering disebut era Sumero-Akkadia. Oleh karena itu, dapat dikatakan Sargon hanya melakukan penaklukan politis, bukan kultural. Dalam bidang bahasa, bahasa Akkadia secara perlahan menggantikan bahasa Sumeria sebagai bahasa utama, tetapi tetap menggunakan tulisan kuneiform dari bangsa Sumeria.

Antropolog Inggris Gwendolyn Leick menulis, "Menurut prasasti-prasasti yang dibuatnya sendiri, Sargon memperluas kekuasaan melampaui Mesopotamia (selatan dan utara) serta menguasai akses ke rute-rute perdagangan utama, baik darat maupun laut." Di bawah kekuasaannya, Mesopotamia mengalami kestabilan. Hal tersebut memungkinkan berkembangnya seni, sastra, sains, irigasi dan pertanian, infrastruktur jalan, perdagangan lintas wilayah, serta agama.

Kerajaan Akaddia juga menciptakan sistem pos pertama. Barang-barang yang akan dikirim dibungkus amplop yang terbuat dari lempengan-lempengan tanah liat. Lempengan tersebut disertai dengan tulisan nama dan alamat penerima serta segel atau cap pengirim.

Sargon memerintah selama 55 tahun, lalu digantikan putranya Rimush (memerintah #2275-2264 SM). Ia meneruskan kebijakan ayahnya. Pada saat Rimush berkuasa, sempat terjadi pemberontakan dari Negara-kota Elam, tetapi Rimush berhasil mengatasinya. la memerintah selama sembilan tahun, dan digantikan oleh saudaranya Manishtusu (12264-2261 SM). Pada masa pemerintahan Manishtusu, kegiatan perdagangan meningkat. Menurut prasasti-prasasti yang dibuatnya sendiri, kegiatan perdagangannya sampai di Magan dan Meluhha, masing masing diperkirakan terletak di Mesir dan Sudan. Ia juga dikenal sebagai raja yang memerintahkan pembangunan proyek-proyek besar, termasuk mendirikan bangunan megah dengan arsitektur yang indah, yaitu Kuil Ishtar di Niniwe. la juga melakukan serangkaian reformasi, seperti reformasi agraria, yaitu berupa pembagian tanah.

Manishtusu digantikan oleh putranya Naram-Sin, yang memerintah +2261-2224 SM. Seperti pendahulu-pendahulunya, ia menghadapi berbagai macam pemberontakan dari negara-negara kota bawahannya, tetapi berhasil dipadamkan. Selama 33 tahun masa pemerintahannya, ia memperluas wilayah kekuasaan hingga Teluk Persia dan Mesir, serta meningkatkan perdagangan. Sebuah prasasti menulis tentang kemenangannya melawan Satuni, raja Lullubi, sebuah suku di Pegunungan Zagros. Naram-Sin di lukisan sedang mendaki gunung dan menghabisi musuh-musuhnya dalam gambaran sebagai seorang dewa.

Naram Shin digambarkan ketika memenagkan peperangan, dengan ukuran tubuh 2 kali lipat dari manusia normal

Naram-Sin digantikan oleh putranya, Shar-Kali-Sharri yang memerintah +2223-2198 SM. Tidak seperti pendahulu pendahulunya, ia tidak mampu menciptakan kestabilan serta meredam pemberontakan. Ia terus-menerus menghadapi pemberontakan dari bangsa-bangsa nomad Semitik, seperti Amori (wilayah Suriah sekarang), Elam (dengan kota terkenalnya di Persia bernama Susa), dan Guti (sebuah suku di Pegunungan Zagros) 

Oleh karena itu, masa-masa kekuasaannya diwarnai kekacauan dan anarki. Bangsa Guti-lah yang berhasil menundukkan kekuasaan Dinasti Akkadia di Sumeria pada sekitar tahun 2115 SM. Dua raja terakhir Akkadia, Dudu dan putranya Shu-Turul, tercatat menguasai wilayah Kora Akkadia dan sebagian kecil wilayah sekitarnya.


LihatTutupKomentar