Bangsa Guti (+2115-2050 SM) dan Bangsa Elam
Dokumen Daftar Raja Sumeria menuliskan bangsa Guti pertama-tama menaklukkan raja Ur-Utu dari Kerajaan Uruk, bagian atau bawahan Kerajaan Akkadia. Lalu pada tahun 2115 SM, Guti menghancurkan Akkadia.
Meski menghancurkan Akkadia, bangsa Guti tidak mengganggu negara-negara kota Sumeria. Di bawah kekuasaan Guti, negara-negara kota atau kerajaan, seperti Ur, Uruk, dan Lagash, terus berkembang, tetapi tetap tunduk terhadap penguasa Guti. Kerajaan Asyur di utara Mesopotamia, yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Akkadia, juga dibiarkan berkembang. Di antara negara-negara kota yang dibiarkan berkembang itu, Lagash lebih menonjol, di bawah rajanya yang terkenal, Gudea. Lagash mengalami kemajuan di bidang seni, terlihat dari banyaknya peninggalan arkeologis dari negara-kota ini.
Masa kekuasaan Guti hanya berlangsung sekitar setengah abad. Sekitar tahun 2050, Kerajaan Uruk dan Ur menyingkirkan mereka dari Mesopotamia. Ur kemudian menundukkan Uruk dan menjadi penguasa baru Mesopotamia, di bawah rajanya yang terkenal, Ur-Nammu (memerintah +2000-an SM). Penaklukan Ur atas Guti berarti Mesopotamia kembali lagi dikuasai bangsa Sumeria, dikenal dengan istilah era Renaisans Sumeria (Sumerian Renaissance).
Selain ikut mengusir bangsa Guti dan kemudian menaklukkan Uruk, pencapaian penting lain Ur-Nammu adalah membuat undang-undang Ur-Nammu, membangun beberapa zigurat salah satunya Zigurat Agung Ur, serta menghidupkan kembali penggunaan bahasa dan identitas Sumeria yang nyaris punah akibat tergerus pengaruh budaya bangsa Semit.
Undang-undang Ur-Nammu ditulis pada lempengan lempengan tanah liat dalam bahasa Sumeria sekitar 2050 SM. Pembukaan undang-undang ini secara langsung menyebut nama Raja Ur-Nammu dari Ur (+2112-2095 SM) sebagai pembuatnya. Namun, beberapa sejarawan meyakini pembuatnya adalah putranya sendiri yang bernama Shulgi. Undang-undang ini lebih tua tiga abad dari undang-undang Hammurabi muncul yang kemudian pada masa Babilonia. Isinya berpola kasuistik, yaitu jika melakukan kejahatan tertentu, maka akan mendapatkan hukuman tertentu. Undang-undang Ur-Nammu dianggap maju pada zamannya karena terdapat denda atau ganti rugi untuk kerusakan, sedangkan undang-undang Hammurabi (Babilonia) menganut asas lex talionis (mata ganti mata). Dengan asas lex talionis, pembunuhan, perampokan, perzinaan, dan pemerkosaan dapat diganjar hukuman mati.
Sumerian Renaissance tidak bertahan lama. Sekitar tahun 2002 SM, bangsa Semitik lainnya, yaitu bangsa Elam dari Persia, menaklukkan penguasa Sumeria di Ur serta menjadikan Larsa sebagai pusat pemerintahannya.
Tidak lama kemudian, datang bangsa Amori dari wilayah Suriah. Mereka merebut kota-kota Sumero-Akkadia yang dikuasai Elam, seperti Larsa, Isin, dan Kish, serta menjadi penguasa baru di Mesopotamia (baca Historia). Sempat diinvasi dan dikuasai Kerajaan Asyur dari utara Mesopotamia di bawah Raja Ilushuma (memerintah ±1945-1906 SM), bangsa Amori di bawah pemerintahan Shamshi-Adad I kemudian berhasil mengusir bangsa Asyur dan bahkan sempat menduduki Mesopotamia utara.